Laporan: Yoga Nasuhi.
PALEMBANG, XMEDIA.NEWS – Sidang lanjutan kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait pengelolaan biaya pengganti darah Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Palembang tahun 2020–2023 kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Palembang Kelas IA Khusus, Selasa (28/10/2025).
Perkara ini menjerat dua terdakwa, yakni mantan Wakil Wali Kota Palembang Fitrianti Agustinda yang juga menjabat sebagai Ketua PMI Kota Palembang periode 2019–2024, serta Dedi Sipriyanto, anggota DPRD Palembang yang saat itu menjabat sebagai Kepala Bagian Administrasi dan Umum Unit Transfusi Darah (UTD) PMI Kota Palembang.
Tujuh Saksi Rumah Sakit Dihadirkan di Persidangan
Dalam sidang yang dipimpin oleh majelis hakim Masrianti, SH, MH, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Palembang menghadirkan tujuh orang saksi dari berbagai rumah sakit yang bekerja sama dengan PMI Kota Palembang terkait penyediaan darah.
Saksi-saksi tersebut antara lain Denny Juraijin dari RS Bunda, Dicky Permana dari BPJS Kesehatan, Mastiar Endang dari RS Charitas, Elvi Indahwati dari RS Hermina, Ade Ivandi dari RS Siti Fatimah, Yumidiansi dari RS Ernaldi Bahar, dan Yudi Fadilah dari RS Muhammadiyah.
Dalam keterangannya, saksi Denny Juraijin menjelaskan bahwa RS Bunda telah menjalin kerja sama penyediaan darah dengan PMI Kota Palembang sejak 2019 hingga 2025.
“Pembayaran dilakukan setiap bulan melalui invoice dari PMI, dengan total keseluruhan mencapai sekitar Rp1,4 miliar yang ditransfer langsung ke rekening UTD PMI,” ujar Denny di hadapan majelis hakim.
Sementara itu, saksi dr. Ade Ivandi dari RS Siti Fatimah membenarkan adanya dua kali perjanjian kerja sama dengan PMI Kota Palembang terkait pengelolaan biaya pengganti kantong darah, di mana ia bertindak sebagai Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK).
“Saya diperiksa dalam kapasitas sebagai PPTK saat proses penyelidikan oleh Kejari Palembang, terkait dugaan penggelembungan biaya pengelolaan darah di PMI,” ungkapnya.
Dakwaan: Dana PMI Dipakai untuk Kebutuhan Pribadi
Dalam dakwaan JPU, disebutkan bahwa kedua terdakwa diduga memperkaya diri sendiri dan menyebabkan kerugian negara sebesar Rp4.092.104.950.
Dari hasil penyidikan, ditemukan adanya penggunaan dana PMI untuk kepentingan pribadi senilai Rp664.129.000. Dana tersebut diduga dipakai untuk membeli berbagai kebutuhan pribadi, seperti parcel lebaran, belanja rumah tangga, pembayaran listrik dan sekolah anak, hingga pembelian krim wajah.
Jaksa menjelaskan, pengeluaran tersebut dilakukan atas perintah terdakwa melalui staf bernama Mike Herawati, yang kemudian dibantu beberapa pegawai PMI lainnya untuk menutupi transaksi tersebut dengan membuat laporan pertanggungjawaban fiktif.
Pertanggungjawaban palsu tersebut, lanjut JPU, dibuat seolah-olah dana digunakan untuk belanja beras dan sembako di toko tertentu. Dana itu diambil dari berbagai pos, antara lain:
Humas dan publikasi (tahun 2020, 2021, dan 2023) sebesar Rp225.085.000,
Bantuan sosial pelestarian donor (tahun 2022 dan 2023) sebesar Rp417.738.000,
Kebutuhan rumah tangga (2023) sebesar Rp33.063.000.
Didakwa Melanggar UU Tipikor
Atas perbuatannya, kedua terdakwa didakwa melanggar Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sidang akan kembali dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi tambahan dari pihak PMI dan Dinas Kesehatan. JPU menegaskan bahwa pihaknya akan menghadirkan bukti-bukti tambahan untuk memperkuat dakwaan atas kedua terdakwa. (yns)













